Bagaimana Menjadi Pelatih

A. Istilah-istilah untuk Pengelola Pelatihan

1. Instruktur berasal dari kata instructor dengan asal kata instruction. Secara bebas maka kata itu dapat diartikan sebagai orang yang memiliki kekuasaan untuk memberikan instruksi (perintah). Instruktur disini harus didengar, dipatuhi dan dikuti. Istilah ini lebih memiliki kesan otokrasi yang bernuansa top down. Istilah ini kerap kali digunakan pada lembaga dengan garis koordinatif yang kental, seperti TNI, namun paa beberapa lembaga istilah ini sudah mengalami pelamahan arti dari maksud yang disebutkan di atas.
2. Pelatih berasal dari kata latih yang merupakan terjemahan dari kata Trainer. Secara sederhana kata ini dapat diartikan sebagai orang yang ikut serta secara partisipatif dengan aktifitas peserta pelatihan. Istilah pelatih lebih mencair dengan kondisi peserta, sehingga jarak antara peserta dan pelatih terkesan lebih akrab tanpa harus menghilangkan kredibilitas pelatih tersebut. Dengan suasana keakraban yang diciptakan, maka diharapkan materi yang disajikan selama pelatihan dapat diserap peserta dengan lebih baik.
3. Fasilitator berasal dari kata facilitator dengan asal kata facility. Secara sederhana istilah ini dapat diartikan sebagai orang yang memfasilitasi dalam setiap sesi pelatihan, ia seperti kaca pemantul yang akan memantulkan kembali kepada peserta lain hal-hal yang ditanyakan oleh seorang peserta pelatihan, fasilitator hanya menyimpulkan sekaligus menyempurnakan jawaban yang diberikan oleh peserta. Dalam penyajian materi fasilitator lebih dekat dengan metode diskusi, role play, dan games.
4. Widyaiswara berasal dari bahasa Sangskerta Widya dan Iswara. Istilah ini sebenarnya hampir sama dengan pelatih atau fasilitator. Istilah ini dipergunakan pada lembaga pelatihan milik pemerintah.

Sebenarnya masih banyak istilah lain yang dipakai berbagai lembaga sesuai dengan kebutuhan lembaga bersangkutan, Namun untuk menyatukan persepsi, maka dalam makalah ini kita gunakan istilah pelatih (trainer).

B. Hal-hal yang Harus Dikuasai Seorang Pelatih.

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa pelatihan merupakan persoalan yang rumit dan untuk menjadi seorang pelatih tentunya harus memiliki kompetensi khusus, baik kemampuan konseptual (kognisi), kemampuan teknis (psikomotor) yang tak kalah pentingnya kemampuan moral (afektif). Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas kemampuan yang mesti dimiliki oleh seorang trainer.

1. Kemampuan konseptual

a. Pengetahuan tentang Psikologi
Melatih manusia bukan persoalan yang mudah, hal ini disebabkan karena perbedaan karakteristik manusia yang sangat beragam, sehingga dalam pelatihan diperlukan sekali pemahaman yang komprehensip terhadap peserta pelatihan, sehingga pelatihan yang diadakan akan mencapai tujuan yang dimaksud.
Pengetahuan psikologi yang mesti dikusai oleh seorang trainer adalah :
– Psikologi perkembangan, karena dengan demikian, seorang trainer akan lebih mudah menerapkan metode dan alat pelatihan yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta, sehingga pencapaian tujuan pelatihan akan lebih maksimal
– Psikologi Pendidikan/belajar,
– Psikologi Kepribadian,
– Teknis Terapi tingkah laku
– Dan sebagainya.

b. Pengetahuan tentang prosedur pengajaran
Pengetahuan ini sangat penting bagi seorang pelatih, dengan mengetahui seluruh prosedur pengajaran pelatihanpun akan mencapai arah yang jelas, tidak monoton dan membosankan. Di antara prosedur pengajaran yang mesti dikusai seorang trainer adalah :
– Pengetahuan mengenai ragam metode belajar,
– Pengetahuan tentang manajemen kelas,
– Pengetahuan tentang penyusunan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Pengalaman Belajar dan Indikator
– Pengetahuan tentang Desain Instruksional,

c. Pengetahuan tentang filsafat pendidikan
Mengetahui filsafat pendidikan akan sangat membantu dalam perumusan landasan suatu pelatihan, mulai dari analisis ontologi, epistimologi dan aksiologi pelatihan.

d. Pengetahuan tentang materi yang disajikan
Hal yang paling pasti dikuasai seorang trainer adalah mengetahui materi ajar yang akan disajikannya, jika saja seorang trainer tidak mengetahui suatu materi ajar, maka jangan memandu materi bersangkutan.

2. Kemampuan Teknis
a. Kemampuan berkomunikasi,
b. Kemampuan mendinamisasikan kelompok pelatihan,
c. Kemampuan mengorganisir bahan,
d. Kemampuan memanfaatkan media pelatihan,
e. Kemampuan mengkombinasikan metode pelatihan
f. Dan lain sebagainya.

3. Kemampuan Moral
a. Memiliki perilaku yang bersahaja,
b. Memiliki komitmen moral yang tinggi,
c. Menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan adat istiadat,
d. Dan lain sebagainya.

E. ALUR PROSES SUATU PELATIHAN

Yang dimaksud dengan alur proses di sini adalah, prosedur yang mesti dipenuhi seorang perencana pelatihan dalam menyelenggarakan suatu pelatihan. Adapun alur proses tersebut secara sistematis adalah :

1. Identifikasi Kebutuhan
Sebelum suatu pelatihan diadakan, terlebih dahulu dilakukan proses identifikasi. Hal ini bertujuan agar pelatihan yang akan diadakan betul-betul menjadi minat konsumen pelatihan, sekaligus jika suatu pelatihan berbasis “Button up” penyelenggara tidak perlu mengkhawatirkan jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan dimaksud.
Identifikasi kebutuhan juga akan membuka peluang yang besar bagi penyelenggara untuk memikirkan lebih matang, tentang muatan apa yang mesti diberikan dalam pelatihan, tujuan apa yang mesti ditetapkan dan materi apa saja yang mesti disajikan.

2. Perencanaan Pelatihan
Kegiatan penting sebelum melakukan sesuatu adalah perencanaan, dengan perencanaan yang rinci dan matang suatu pelatihan tidak terkesan sembarangan dan asal-asalan. Proses perencanaan ini meliputi ; perencanaan organisasi penyelenggara, perencanaan tim pengelola (trainer), perencanaan peserta (target group), perencanaan sarana dan parasana, perencanaan metode, alat bantu, media, evaluasi, transportasi, akomodasi, konsumsi dan segala tetek bengek pelatihan bersangkutan.

3. Penyelenggaraan Pelatihan
Dalam penyelenggaraan suatu pelatihan, perlu diperhatikan konsistensi antara perencanaan yang sudah dibuat dan disepakati dengan pelaksanaan secara riil di lapangan, sering penyelenggara “lompat pagar” ketika sudah berhadapan dengan kenyataan pada hari “H” penyelenggaraan. Untuk itu perlu diingat perlu rencana-rencana alternatif yang disusun sejak awal. Dengan demikian “prerequsite” dan prosedur pelatihan tidak terlecehkan.

4. Evaluasi Pelatihan
Proses evaluasi menempati posisi yang sangat penting dalam pelatihan, tidak ada satupun usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas pelatihan jika tidak disertai dengan langkah evaluasi. Evaluasi dalam pelatihan akan ikut pula menentukan arah pengembangan peserta selanjutnya. Evaluasi dalam pelatihan dapat dibagi menjadi :
1. Evaluasi trainer terhadap peserta, yang pada akhirnya menentukan tingkat kelulusan dan arah pengembangan peserta selanjutnya (follow up),

2. Evaluasi peserta terhadap trainer, evaluasi ini bertujuan untuk memantau sejauhmana seorang trainer berhasil dalam tugasnya, di samping itu evaluasi ini juga ikut menentukan kredibilitas seorang trainer.

Share Button

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

Protected by WP Anti Spam